Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Marbot Masjid Jadi Profesor dan Guru Besar, Ini 3 Hal Pentingnya

Kisah Web - Ditengah pandemi tahun 2020 lalu, ada kisah inspiratif yang membanggakan. Datang dari seorang marbot masjid yang telah berhasil menjadi guru besar dan profesor. Ia adalah Prof. Ir. Moh. Khairuddin, M.T., Ph.D. , seorang yang dulunya marbot masjid dan kini sudah menjadi guru besar.

Seorang marbot masjid yang berhasil meraih gelar profesor bahkan telah dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Sistem Otomasi Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Kisahnya menjadi viral setelah sebuah akun Facebook milik Falasifah Ani Yuniarti membagikan cerita tersebut dengan judul tulisan 'Udin dari Marbot Masjid Jadi Profesor' pada Selasa 4 Agustus 2020.

Dalam unggahan tersebut diceritakan melalui tulisan bahwa Udin bertolak ke Yogyakarta pada tahun 1998 sebagai mahasiswa baru jurusan elektro di Universitas Negeri Yogyakarta. Ia nekat dengan hanya berbekal doa meninggalkan kampung halamannya di Purwokerto untuk menuntut ilmu. 

Ia pun sampai di Yogyakarta. Kemudian untuk memenuhi biaya hidup dan kuliah ia harus membagi waktu menjadi takmir masjid sambil berjualan tempe. 

Sebelum tinggal dan menjadi marbot masjid, Udin ternyata juga pernah berjualan koran di pertigaan lampu merah. Hidup prihatin karena tidak berkecukupan terus dijalani tanpa gengsi. 

Setiap selepas subuh Udin harus mulai mengayuh sepeda bututnya untuk mengambil tempe jualannya dan mengantarkan ke pelanggan. Setelah itu, ia harus pulang lalu dilanjutkan dengan membersihkan masjid sebelum berangkat ke kampus yang berjarak sekitar 5 kilometer dari tempatnya.

Tak jarang, Udin pun harus kembali ke masjid di sela-sela jam kuliahnya untuk mengumandangkan adzan dan sholat terlebih dahulu. 

Sore harinya, kegiatan Udin dilanjutkan dengan mengajar anak-anak mengaji di TPA masjid. Selepas isya, Udin pun harus kembali mengantarkan tempe ke pelanggannya yang lain. Begitu ia lakukan untuk bertahan hidup dan bertahan kuliah.

"Setiap malam kamis, pengajian rutin disiapkannya. Sebagai marbot masjid, ia mengangkat minum dan snack, membagikan ke jemaah yang hadir mengaji. Setelahnya, ia merapikan lagi tikar gelaran tadi, menyapu dan mengepelnya" tulis unggahan itu.

Perjuangan ini tentu bukan hal yang mudah. Tidak semua orang bisa menjalaninya. Apalagi di jaman sekarang, kehidupan bukan sekadar memenuhi kebutuhan, namun juga menjaga gengsi. Mungkin akan sulit menemui "Udin baru" di jaman milenialas seperti ini. 

Alhamdulilah, Udin lulus S1 dengan predikat cumlaude pada tahun 2002. Kemudian ia  meneruskan pendidikan S2-nya di ITS. Di tahun yang sama di kelulusannya, ia juga diangkat menjadi dosen di jurusan Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Teknik UNY.

Pada 2004, ia melanjutkan studi S2 di ITS mengambil bidang ilmu Teknik Elektro Sistem Kendali dan lulus pada 2006. Tahun berikutnya, ia melanjutkan studi S2 kembali di Malaysia mengambil bidang ilmu Teknik Elektro Kendali Robotika dan Mekatronika.

Dilanjutkan di kampus yang sama, ia menempuh program doktoral pada bidang ilmu yang sama dan lulus di tahun 2011. Lalu, Prof Khairudin mengemban jabatan sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama dari 2016 hingga sekarang. 

Apa yang bisa kita petik dari kisah ini ?

1. Keterbatasan Adalah Penghalang, Namun Tidak Untuk Menghalangi Kesuksesan

Keterbatasan biaya merupakan penghalang, kita percaya itu dan yakini. Namun keterbatasan tidak boleh menghalangi jalan kita untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan. Banyak orang diluarsana yang terlalu lemah. Hanya karena biaya, ia tidak mau melangkah menuju impiannya. 

Padahal kita sudah dianugerahi fisik dan akal untuk survival. Mulailah langkahmu dari satu langkah, jangan mundur walau dipukul mundur. 

Tempatkan mimpi di depan mata setelah bangun tidur dan sebelum tidur. Singkatnya, jangan banyak mimpi saat tidur, bermimpilah saat bangun dan wujudkan mimpi itu.  

Sebenarnya batasan itu ada karena kita yang membuatnya. Kelemahan itu ada karena kita tak membentuk diri ini menjadi kuat. 

Punggung lemah itu karena kita tak sering melatihnya. Jangan mengkambing hitamkan keterbatasan biaya, sebenarnya dirimulah sumber batasan itu. Dirimu adalah juga sumber kekuatan. 

2. Jangan Gengsi

Udin menjual tempe dan menjadi marbot, dua hal itu tidak mudah dilakukan. Bagi sebagian orang berkuliah sambil jualan tempe dan koran akan menurunkan harga diri. 

Padahal, apalah arti sok modis dan sok kaya kalau masa depannya suram ? Hidup bukan berhenti, hidup mengarah kedepan dan itu harus diperjuangkan. Gengsi hanya akan mengurung diri pada pengakuan mulut saja. 

Bayangkan jika Udin gengsi, mungkin saat ini dia tidak bergelar profesor dan bukan seorang guru besar. Mungkin saat ini anak dan istrinya hidup dalam keterbatasan. 

Mungkin Udin akan tetap menjadi anak kampung yang entah bagaimana nasibnya. Apa yang dilakukan Udin adalah hal tepat. Ia membuang gengsi dan rasa malu. 

3. Allah Tidak Mengubah Nasib Suatu Kaum

Allah maha kuasa, namun ia telah berfirman bahwa ia tidak mengubah nasib suatu kaum sebelum ia mengubahnya. Artinya bahwa kita harus gigih dalam berusaha / berikhtiar

Perubahan haruslah  dicari dan diusahakan. Kita tidak bisa diam saja. Jadilah kaum yang melakukan perubahan, bukan kaum rebahan. Jadilah manusia produktif bukan hanya konsumtif. 

Dikutip dari Republika, Said Quthb dalam tafsir Fidzilalil Quran menjelaskan, Allah selalu mengikuti manusia dengan memerintahkan malaikat-malaikat penjaga untuk mengawasi apa saja yang dilakukan manusia untuk mengubah diri dan keadaan mereka. 

Nantinya Allah akan mengubah kondisi mereka itu. Sebab, Allah tidak akan mengubah nikmat atau bencana,  kemuliaan atau kerendahan, kedudukan atau kehinaan kecuali jika orang-orang itu mau mengubah perasaan, perbuatan, dan kenyataan hidup mereka. Jelas kan. 

Jadi apakah sobat semangat mengubah nasib ? 

Posting Komentar untuk "Kisah Marbot Masjid Jadi Profesor dan Guru Besar, Ini 3 Hal Pentingnya"