Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sebuah Cerpen Kematian, Sahabat dan Hijrahnya Kami

KisahWeb – Karangan tentang cerita pendek atau cerpen kematian bisa menjadi bahan renungan untuk kita. Sebab yang sudah pasti adalah mati, namun kita sering abai dalam mempersiapkan mati.

Renungan kematian adalah sarana pengingat diri dan menasihati diri. Merenung dalam berbagai hal untuk mengkondisikan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.  

Berikut ini adalah contoh renungan tentang sebuah kematian 


Saat Hijrahmu, Jadi Hijrah Kami 

Rasa kangen sudah sangat kami rasakan. Sudah satu tahun kami, (Aku, Agus dan Puto ) tidak bertemu.

Selepas wisuda kami sudah sibuk dengan urusan masing-masing. Aku sibuk dengan kerjaan, Agus sibuk dengan bisnis dan Potu yang sibuk dengan S2 nya.

Malam ini kami bertiga bertemu dirumah Agus. Seperti biasa, pertemuan langsung dibuka candaan yang berbuah gelak tawa.

"Itu perut apa karung, la kok segede goni" ledek Potu padaku yang langsung kutimpal. "Kamu nguli apa S2 sih, kok badan makin gosong aja jidadnya

Sementara Agus tetap dengan badan kurusnya yang kemudian kami ledek habis-habisan. "Gak berubah, tetep aja kamu cacingan dan kurang gizi"

Malam itu, diruang teras belakang rumah, kami rebahan santai sambil memuntahkan gelak tawa dari celoteh-celoteh kosong.

Menjelang dini hari, ada yang berbeda dari Potu. Pria dewasa yang badanya gempal itu tiba-tiba mengambil wudhu dan solat isya. Ia juga terlihat sholat sunnah.

Seusai sholat, ia pun kami ledek. "Anjir, elu solat Tu?". Ledekan ini bukan tanpa alasan, sebab semasa kuliah, Potu sangat malas ibaah. Bahkan kami ingat kalau Potu tak pernah mau puasa Ramadan karena alasan lapar. 

Potu menjawab dengan kalimat bijak "Setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya". Mendengar itu, kami sedikit senyum. "Sok bijak kamu kampret" pungkasku. "Bodo amat" timpal potu

Obrolan malam berlanjut. Namun kali ini soal agama. Potu menyampaikan soal hadis kematian manusia yang pasti akan datang. ( Baca Juga sejarah hadits palsu )

Aku dan Agus pun mendengarkan. Sesekali kami menjawab dengan kata  iya, betul, dan mantap.

"Mau sembunyi dimana aja, kematian tetap bisa menjemput. Cara mati pun banyak. Bisa kapan dan dimana saja" tutur Potu

"Kalau tidak mati muda ya mati pas udah tua. Masalahnya apa yang sudah kita siapkan" imbuhnya.

Menjelang pukul 3 dini hari, kami pindah ke kamar untuk masuk ke dunia mimpi. Obrolan canda dan religi itu kami tutup.

Esoknya sorenya kami berpisah lagi. Sebab saat hari senin tiba, kami memulai kesibukan masing-masing lagi.

Sebulan kemudian potu mengabari bahwa ia akan pergi umroh. "Bro bro yang tampan, saya ke tanah suci ya. Doakan selamat dan berkah. Ada yang mau titip doa?" Tulisanya di grup wa yang berisi kami bertiga.

"Alhamdulilah, barokah ya tu. Aku titip doa semoga agus dan aku segera tobat" jawabku. "Alhamdulillah, doa kan aku cepet dapet jodoh. Dan semoga apa yang dibilang Haris terkabul" tulis agus

"Amin amin amin. Saya doakan yang terbaik untuk kita ya. Doa titipan itu tak sampein. Semoga terkabul" jawab Potu. "Ets, satu doa 2 juta ya ongkosnya" candanya yang kemudian kami balas dengan stiker lucu.

Potu pun berangkat. Namun beberapa hari kemudian ada kejadian yang seolah membenarkan percakapan kami di pertemuan akhir tempo lalu.

Potu menghembuskan nafas terakhir di tanah suci. Jenazahnya dimakamkan disana dan kami tak lagi bisa bertemu dengannya lagi.

Sedih, tak menyangka dan tentunya sangat kaget. Aku dan agus lantas menyanbungkan wafatnya sahabat kami dengan obrolan malam terakhir itu.

Beberapa bulan kemudian, Allah  menjawab semua dao kami. Aku hijrah dan memantapkan diri untuk jadi penghapal Alquran.

Sedangkan agus juga hijrah, kemudian dia taaruf dan mantap menikah.  Kami berdua selalu mengenang potu dengan kalimat nasihatnya  tentang kematian. Kematian benar benar menasihati kami. 

Cerita selesai

Sobat, itulah cerpen tentang kematian yang bisa kita jadikan sebagai refeksi, muhasabah dan renungan diri. Ingat bahwa kematian itu pasti datang, dan kita bisa mempersiapkannya dari sekarang.

Cukuplah kematian sebagai nasihat.” (HR al-Thabrani, al-Baihaqi)

Posting Komentar untuk "Sebuah Cerpen Kematian, Sahabat dan Hijrahnya Kami"