Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Aku Hanya Pemulung, Kadang Kumakan Sampahmu

KisahWeb - Kupaksakan diriku melawan rasa lelah, kantuk dan dingin. Aku terus berjibaku di tengah bisingnya kota, mencari sampah dan barang bekas tak bertuan. 

Kumasukan satu persatu sampah berharga kedalam karung. Kulihat ada tumpukan kardus bekas, segera kuambil dan kumasukan dalam karung. Malam ini aku mendapat banyak rongsokan. Sepertinya besok anak dan istriku bisa makan enak.


"Kalian besok makan nasi warteg" aku membatin. Warteg adalah makanan termewah yang bisa kubelikan untuk mereka, sebab uang hasil memulung bukanlah jumlah yang menggunung. Aku dan istri bahkan sering mengikat perut supaya anak tetap bisa mengisi perut.

Aku melanjutkan perjalanan ke Taman Corner Simanjuntak Cipinang, biasanya disana banyak sampah botol bekas. Dari kejauhan aku melihat sekotak kardus piza yang tergelatak, didekat tiang lampu taman. Aku pun bergegas mengambilnya.

Alhamdulillah, masih ada sepotong piza bekas gigitan orang, ini lumayan untuk mengganjal perutku yang sedari siang belum terisi makanan. Tak jauh dari sini juga ada resotan Aljazera, aku mendekat ke kotak sampah, berharap ada makanan sisa yang dibuang. 

Benar saja, ada nasi kotak yang sudah termakan separuh. Dengan lahap aku pun menghabiskan makanan sisa orang ini. "Tak apa, aku tidak mencuri, lebih baik makan sampah daripada aku harus mencuri" ucapku dalam hati.

Hari sudah mulai mendini, sudah pukul 11 malam. Aku bergegas pulang ke daerah Banjir Kanal Timur Jakarta Timur. Sekitar 1 jam perjalanan dari lokasiku saat ini.

Sambil pulang tentunya aku tetap mengais sampah, juga berharap ada makanan sisa yang bisa mengisi perutku. Namun sampainya di depan rumah, tak ada makanan sisa yang kutemui. "Tak apa, belum rezeki heheh" aku membatin.

"Adek udah tidur ma ?" tanyaku pada istri yang membukakan pintu. "Sudah, makan juga sudah, belajar juga sudah" jawab istriku. "Kamu udah makan belum ?" tanyaku lagi. Sejenak dia tak menjawab, ia merunduk.

"Sudah yah" jawabnya pelan. "Syukurlah" pungkasku yang kemudian membersihkan diri dan tidur.

Begitulah aku, keluargaku dan keseharianku. Para rekanku juga begitu. Pemulung. Kami hidup sangat pelik, untuk makan pun susah, apalagi makan enak. Untuk beli pakaian pun susah, apalagi beli yang lain. Tapi, kamu yakin bahwa kami lebih baik memulung daripada harus menjadi pencuri, perampok dan juga koruptor. 

Ribuan pemulung hidup dalam keterbatasan di Ibukota, mereka bertahan hidup dari sampah. Mari kita bersyukur atas nasib kita, jangan mudah mengeluh hanya karena makanan tidak enak, mereka disana terkadang makan dari sisa makanan orang

Posting Komentar untuk "Aku Hanya Pemulung, Kadang Kumakan Sampahmu"